Jumat, 26 April 2013

Makalah Cerpen Warna Ungu

WARNA UNGU Karya: Ratna Indraswari Ibrahim MAKALAH disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Apresiasi Prosa Fiksi dari dosen Halimah, S.Pd oleh: Devi Kusuma Nur Huda 1102375 Kelas : Dik 2A JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2012 PENDAHULUAN Penulis memilih cerpen yang berjudul Warna Ungu ini dikarenakan kemenarikan dari judul cerpen itu sendiri. Ternyata setelah ditelusuri judul cerpen ini ada kaitannya dengan tempat tinggal Ratna Indraswari Ibrahim (penulis cerpen) dan warna kesukaan beliau, Ratna Indraswari Ibrahim tinggal di kota Malang dan warna ungu menunjukkan warna asli kota Malang dan beliau pun sangat menyukai warna ungu. Selain itu, beliau pun terlihat sangat menguasai pengetahuan mengenai adat istiadat yang dijalankan ketika akan mengadakan pernikahan dengan menggunakan adat Malang. Sehingga latar belakang inilah yang melandasi penulis untuk memilih judul cerpen ini. Selain itu, makalah ini disusun untuk membandingkan kekurangan dan kelebihan antara cerpen asli dengan cerpen yang telah diadaptasi menjadi drama. ALUR 1. Alur peruntungan (alur tragis): Pelaku utama cukup bertanggung jawab terhadap kemalangan yang menimpa dirinya, hal ini tampak pada saat Luke kembali pulang setelah tiga hari tidak pulang, Luke menjelaskan bahwa pada saat itu Luke merasa gerah kemudian ada seorang anak kecil yang membimbingnya untuk keluar dari rumahnya. Luke berpikir untuk menghibur anak itu, dengan harapan Luke akan kembali pukul 14.00 WIB sebelum menikah. Kemudian setelah hampir pukul 16.00 WIB Luke sadar sudah terlambat untuk pulang ke rumah dan anak itu sudah pergi entah ke mana, sehingga Luke panik mencarinya. Sehingga, pembaca mengalami katarsis, rasa terharu. 2. Alur pemikiran (alur kekecewaan): Sang tokoh kehilangan idamannya, pada akhirnya Luke tidak bisa menikah dengan Indra karena Luke dituduh telah mempermalukan keluarga Indra, padahal menurut Luke mereka masih saling mencintai. Pada akhir cerita, pembaca hanya sebentar saja bersimpati kepadanya, selanjutnya diliputi kekecewaan. Rincian cerita: 1. Keluarga pengantin wanita menemani calon pengantin wanita untuk melewati malam widhodharenan. 2. Pengantin akan melaksanakan ijab Kabul. 3. Pergi ke tempat resepsi di sebuah gedung dengan dominasi warna ungu. 4. Bapak Indra mengadakan pesta ulang tahun anaknya dan mengundang beberapa gadis pilihan untuk menjadi pacar Indra. 5. Luke menjadi calon mantu yang paling favorit bagi keluarga Indra. 6. Rencana Luke untuk memiliki anak bersama dengan Indra saat usianya 21 tahun. 7. Luke sedikit depresi, sering pusing dan mimpi buruk yang terputus-putus. 8. Pembicaraan antara Mama dan Luke bahwa mendapatkan suami yang baik seperti mendapat undian. 9. Pembicaraan penduduk kota Malang mengenai perayaan pernikahan Luke dengan Indra yang begitu ribet dan dengan biaya yang rasanya sulit dilaksanakan oleh sebagian besar penduduk di Kota Malang. 10. Perginya Luke dari rumah. 11. Pencarian Luke oleh kerabat, sahabat, ke seluruh penjuru Kota Malang. 12. Pakde melapor ke polisi atas kehilangan Luke. 13. Luke tidak diketemukan sampai waktu resepsi. 14. Pernyataan tante Luke bahwa tantenya baru saja melahirkan tetapi tidak diberitahukan siapa ayah dari anak tersebut. 15. Dugaan Indra bahwa ada tangan-tangan kotor dari pesaing bisnis papanya atau Pak Hendrawan dalam pernikahan mereka. 16. Kepulangan Luke ke rumah dan menjelaskan bahwa saat itu Luke merasa gerah kemudian ada seorang anak kecil yang membimbingnya untuk keluar dari rumahnya. Luke berpikir untuk menghibur anak itu, dengan harapan Luke akan kembali pukul 14.00 WIB sebelum menikah. Kemudian setelah hampir pukul 16.00 WIB Luke sadar sudah terlambat untuk pulang ke rumah dan anak itu sudah pergi entah ke mana, sehingga Luke panik mencarinya. 17. Luke tidak bisa menikah dengan Indra karena Luke dituduh telah mempermalukan keluarga Indra, padahal menurut Luke mereka masih saling mencintai. 18. Penduduk kota membicarakan gagalnya pernikahan itu berhari-hari. Sebagian orang menganggap keluarga Hendrawan kurang melengkapi sesajennya, ketika akan menikahkan dengan adat Malangan, sehingga penghuni halus jadi marah-marah. TOKOH dan PENOKOHAN 1. Indra Jenis tokoh : a. Utama: Adegan awal: “akan menikah dengan Indra teman kuliahnya di Fakultas Teknik UB.” Adegan akhir: “Kalau tidak pacaran dengannya, saya mungkin belum berani menikah.” b. Real: “...menikah dengan Indra teman kuliahnya di Fakultas Teknik UB.” c. Protagonis: “Oleh karena itu, berapa pun akan saya bayar untuk mencari Luke hari ini juga!” d. Kompleks: Adegan awal: “Kami berdua sangat sepakat untuk segera menikah, agar lebih cepat memiliki anak di masa muda.” Adegan akhir: “Sementara itu, pacar Luke menyatakan mereka sekeluarga merasa dipermalukan dan tidak bisa lagi meneruskan hubungan ini.” e. Individual: “Indra adalah anak usahawan yang berada di Jakarta.” f. Berkembang: Adegan awal: “Saya tidak yakin Luke pergi dari rumah, tidak dengan alasan yang jelas. Yang saya banggakan darinya sikapnya yang rasional dan kemauan yang keras.” Adegan akhir: “...pacar Luke menyatakan mereka sekeluarga merasa dipermalukan dan tidak bisa lagi meneruskan hubungan ini.” Ciri tokoh: a. Fisiologis: “Dan mereka berdua begitu mantap untuk menikah, sekalipun kuliah mereka berdua belum selesai.” b. Psikologis: ““Oleh karena itu, berapa pun akan saya bayar untuk mencari Luke hari ini juga!” c. Sosiologis: “Di depan polisi Indra berulang-ulang berkata, “Pak, di antara pelaku bisnis itu selalu muncul iri hati satu sama lain dan mungkin kedengkian inilah yang menjudi akar masalahnya. Oleh karena itu, berapa pun akan saya bayar untuk mencari Luke hari ini juga!” 2. Luke Jenis tokoh : a. Utama: Adegan awal: “Luke menjadi calon mantu yang paling favorit bagi keluarga Indra.” Adegan akhir: “Luke berulang-ulang bilang, “Kalau pernikahan itu tidak jadi, saya tidak bisa disalahkan.” b. Real: “Luke mengisi waktu luangnya dengan menjadi guru play group.” c. Protagonis: “Aku menikahi Indra dengan segala kekurangan dan kelebihannya.” d. Bulat: Adegan awal: “Harusnya digarisbawahi, aku tidak kepingin mendidik anak-anakku seperti Mama mendidikku.” Adegan akhir: “Aku tidak tahu sampai hari ini mengapa kebencian terhadap pembantuku itu selalu berada di ruang hati dan seluruh sudut rumah ini. Tadi siang, dia datang dengan cucunya, (aku tidak menyukai anak itu).” e. Individual: “Luke menjadi calon mantu yang paling favorit bagi keluarga Indra.” f. Berkembang: Adegan awal: “Aku tidak tahu sampai hari ini mengapa kebencian terhadap pembantuku itu selalu berada di ruang hati dan seluruh sudut rumah ini. Tadi siang, dia datang dengan cucunya, (aku tidak menyukai anak itu).” Adegan akhir: “Waktu itu saya merasa gerah, seorang anak kecil membimbing saya untuk keluar dari rumah ini. Saya berpikir untuk menghibur anak ini.” Ciri tokoh: a Fisiologis: “Dan mereka berdua begitu mantap untuk menikah, sekalipun kuliah mereka berdua belum selesai.” a. Psikologis: “Saya cemaskan anak itu.” b. Sosiologis: “Sesungguhnya, sebelum acara pernikahannya, pada teman-temannya Luke berkata, “Aku tidak menikahi seorang pangeran. Aku menikahi Indra dengan segala kekurangan dan kelebihannya.” 3. Bapak Indra a. Tambahan: “bapak Indra seperti dongengnya Cinderella,....” b. Real: “bapak Indra seperti dongengnya Cinderella,....” c. Protagonis: “bapak Indra seperti dongengnya Cinderella,....” d. Kompleks: Adegan awal: ““bapak Indra seperti dongengnya Cinderella,....” Adegan akhir: “...mereka sekeluarga merasa dipermalukan dan tidak bisa lagi meneruskan hubungan ini.” e. Individual: “bapak Indra seperti dongengnya Cinderella,....” f. Tetap: Adegan awal: ““bapak Indra seperti dongengnya Cinderella,....” Adegan akhir: “...mereka sekeluarga merasa dipermalukan dan tidak bisa lagi meneruskan hubungan ini.” 4. Mama Jenis tokoh : a. Tambahan: Adegan awal: “Mama sering bilang, “Dia adalah perempuan yang bahagia.” Adegan akhir: “Tapi Mama bilang, “Kalau kita sudah menikah, masalahnya tidak sesederhana itu.” b. Real: “...Mama pasti tidak mempercayaiku.” c. Protagonis: “Masih menurut Mama, tidak ada yang bisa disalahkan dari saudara-saudara perempuannya. Seorang laki-laki baru ketahuan jeleknya kalau sudah jadi suami. Jadi, pernikahan dengan suami yang baik, seperti mendapat undian.” d. Kompleks: Adegan awal: ““Mamaku seorang egois.” Adegan akhir: “Tapi Mama bilang, “Kalau kita sudah menikah, masalahnya tidak sesederhana itu.” e.Individual: “Mama selalu menganggap aku terlampau nakal, lain dari adikku yang masih bayi itu.” f.Berkembang: Adegan awal: ““Mamaku seorang egois.” Adegan akhir: “Tapi Mama bilang, “Kalau kita sudah menikah, masalahnya tidak sesederhana itu.” Ciri tokoh: a. Psikologis: “...Mamaku seorang egois.” b. Sosiologis: “Mama pasti tidak mempercayaiku.” 5. Pembantu Jenis tokoh : a. Tambahan: Adegan awal: “...seorang pembantu sering mencubiti diriku,....” Adegan akhir: “...mengapa kebencian terhadap pembantuku itu ....” b. Real: “...seorang pembantu sering mencubiti diriku,....” c. Antagonis: “...seorang pembantu sering mencubiti diriku, ....” d. Kompleks: Adegan awal: “Di muka orangtuaku, dia bisa bersikap sangat manis.” Adegan akhir: “...seorang pembantu sering mencubiti diriku, ....” e.Individual: “...apalagi pembantuku itu tidak mencubiti adikku....” f. Berkembang: Adegan awal: “Di muka orangtuaku, dia bisa bersikap sangat manis.” Adegan akhir: “...seorang pembantu sering mencubiti diriku, ....” Ciri tokoh: a. Psikologis: “...seorang pembantu sering mencubiti diriku, ....” b. Sosiologis: “Papa dan Mama sangat sibuk dengan usahanya sehingga waktu kecil ketika seorang pembantu sering mencubiti diriku, aku tidak berani mengatakan pada orangtuaku.” 6. Rita Jenis tokoh : a. Tambahan: Adegan awal: “Sahabat Rita, akhir-akhir ini mengeluhkan suaminya yang sering memukul.” Adegan akhir: “Rita mungkin sudah lama ingin keluar dari pernikahannya, tapi tidak bisa!” b. Real: “Rita, akhir-akhir ini mengeluhkan suaminya yang sering memukul.” c. Individual: “Rita mungkin sudah lama ingin keluar dari pernikahannya, tapi tidak bisa!” Ciri tokoh: a Fisiologis: “Aku takut sekali melihat memar-memar bekas pukulan suaminya.” 7. Pak Hendrawan Jenis tokoh: a. Tambahan: Adegan awal: “Pak Hendrawan sudah membeli dokar untuk kirab kedua pengantin dari rumah sampai ke gedung resepsi.” Adegan akhir: “Pak Hendrawan sudah mengorder berpuluh-puluh bunga anggrek bulan ungu untuk hiasan di gedung pengantin.” b. Real: “...berada di halaman rumah Pak Hendrawan.” c. Protagonis: “Pak Hendrawan sudah membeli dokar untuk kirab kedua pengantin dari rumah sampai ke gedung resepsi.” d. Pipih: Adegan awal: “Pak Hendrawan sudah membeli dokar untuk kirab kedua pengantin dari rumah sampai ke gedung resepsi.” Adegan akhir: “Pak Hendrawan sudah mengorder berpuluh-puluh bunga anggrek bulan ungu untuk hiasan di gedung pengantin.” e. Individual: “Pak Hendrawan sudah mengorder berpuluh-puluh bunga anggrek bulan ungu untuk hiasan di gedung pengantin.” f. Tetap: Adegan awal: “Pak Hendrawan sudah membeli dokar untuk kirab kedua pengantin dari rumah sampai ke gedung resepsi.” Adegan akhir: “Pak Hendrawan sudah mengorder berpuluh-puluh bunga anggrek bulan ungu untuk hiasan di gedung pengantin.” Ciri tokoh: a. Psikologis: “Pak Hendrawan sudah membeli dokar untuk kirab kedua pengantin dari rumah sampai ke gedung resepsi.” 8. Mbok Pah Jenis tokoh: a. Tambahan: “Adalah Mbok Pah, yang ingin memberikan jamu, yang pertama kali merasa kehilangan Luke.” b. Real: “Mbok Pah mencari di setiap sudut rumah ini.” c. Protagonis: “Adalah Mbok Pah, yang ingin memberikan jamu, yang pertama kali merasa kehilangan Luke.” d. Pipih: Adegan awal: “Mbok Pah mencari di setiap sudut rumah ini.” Adegan akhir: “Saya tidak menemukan Jeng Luke, Bu.” e. Individual: “Akhirnya, setelah sekian lama Mbok Pah mencari,....” f. Tetap: Adegan awal: “Mbok Pah mencari di setiap sudut rumah ini.” Adegan akhir: “Saya tidak menemukan Jeng Luke, Bu.” Ciri tokoh: a. Psikologis: “Adalah Mbok Pah, yang ingin memberikan jamu, yang pertama kali merasa kehilangan Luke.” b. Sosiologis: “Mbok Pah mencari di setiap sudut rumah ini. Akhirnya dengan cemas membangunkan ibu Luke. “Saya tidak menemukan Jeng Luke, Bu.” 9. Pakde Jenis tokoh: a. Tambahan: Adegan awal: “Pakde dari Luke, atas desakan keluarga besar calon mantu melapor ke polisi atas kehilangan keponakannya.” Adegan akhir: “Ini akan memalukan seluruh keluarga besar kami,” kata Pakde Luke, telak.” b. Real: “Ini akan memalukan seluruh keluarga besar kami,” kata Pakde Luke, telak.” c. Protagonis: “Pakde dari Luke, atas desakan keluarga besar calon mantu melapor ke polisi atas kehilangan keponakannya.” d. Pipih: Adegan awal: “Pakde dari Luke, atas desakan keluarga besar calon mantu melapor ke polisi atas kehilangan keponakannya.” Adegan akhir: “Ini akan memalukan seluruh keluarga besar kami,” kata Pakde Luke, telak.” e. Individual: “Pakde dari Luke, atas desakan keluarga besar calon mantu melapor ke polisi atas kehilangan keponakannya.” f. Tetap: Adegan awal: “Pakde dari Luke, atas desakan keluarga besar calon mantu melapor ke polisi atas kehilangan keponakannya.” Adegan akhir: “Ini akan memalukan seluruh keluarga besar kami,” kata Pakde Luke, telak.” Ciri tokoh: a. Psikologis: “Pakde dari Luke, atas desakan keluarga besar calon mantu melapor ke polisi atas kehilangan keponakannya.” b.Sosiologis: Polisi mencatat semua data-data Luke dan berulang-ulang bertanya, “Apakah mereka akan dinikahkan secara paksa?” “Tidak, mereka pacaran. Tolong kami, karena acara resepsi di gedung tinggal beberapa jam lagi dan kalau si pengantin tidak diketemukan, besok semua koran lokal dan nasional akan memuat berita ini. Indra anak pengusaha sukses di Jakarta. Ini akan memalukan seluruh keluarga besar kami,” kata Pakde Luke, telak.” 10. Polisi Jenis tokoh: a. Tambahan: Adegan awal: “Polisi mencatat semua data-data Luke dan berulang-ulang bertanya, “Apakah mereka akan dinikahkan secara paksa?” Adegan akhir: “Polisi cuma bisa menggeleng-gelengkan kepala.” b. Real: “Polisi cuma bisa menggeleng-gelengkan kepala.” c. Protagonis: “Polisi mencatat semua data-data Luke dan berulang-ulang bertanya,....” d. Kompleks: “Ini kasus yang pertama ditemui oleh pihak kepolisian.“ e. Kolektif: “Ini kasus yang pertama ditemui oleh pihak kepolisian.” f. Tetap: Adegan awal: “Polisi mencatat semua data-data Luke dan berulang-ulang bertanya, “Apakah mereka akan dinikahkan secara paksa?” Adegan akhir: “Polisi cuma bisa menggeleng-gelengkan kepala.” Ciri tokoh: a. Psikologis: “Polisi mengerahkan anak buahnya untuk mencari Luke.” b. Sosiologis: “Padahal bapak polisi sangat akrab dengan pengusaha yang sangat sukses itu.” 11. Tante Luke Jenis tokoh: a. Tambahan: Adegan awal: “...tantenya dengan bangga mengatakan, “Aku baru saja melahirkan seorang anak.” Adegan akhir: “Tante tidak pernah menyebut-nyebut siapa bapak dari bayi itu.” b. Real: “Mereka berdua sepakat tidak akan pernah meniru tante Luke....” c. Pipih: Adegan awal: “...tanteku tidak bisa memahami bagaimana mencari susu bayi, mengantarkan ke taman kanak-kanak atau ke dokter.” Adegan akhir: “...tantenya dengan bangga mengatakan, “Aku baru saja melahirkan seorang anak.” d. Individual: “Tante tidak pernah menyebut-nyebut siapa bapak dari bayi itu.” e. Tetap: Adegan awal: “...tanteku tidak bisa memahami bagaimana mencari susu bayi, mengantarkan ke taman kanak-kanak atau ke dokter.” Adegan akhir: “...tantenya dengan bangga mengatakan, “Aku baru saja melahirkan seorang anak.” Ciri tokoh: a Fisiologis: “...tante Luke yang masih hidup sendiri di usianya yang hampir 35 tahun.” b. Psikologis: “...tantenya dengan bangga mengatakan, “Aku baru saja melahirkan seorang anak.” Tante tidak pernah menyebut-nyebut siapa bapak dari bayi itu. “ c.Sosiologis: “...tantenya dengan bangga mengatakan, “Aku baru saja melahirkan seorang anak.” 12. Anak kecil Jenis tokoh: a. Tambahan: Adegan awal: “... seorang anak kecil membimbing saya untuk keluar dari rumah ini.” Adegan akhir: “Anak itu tetap tidak diketemukan....” b. Real: “...seorang anak kecil membimbing saya untuk keluar dari rumah ini.” c. Protagonis: “... seorang anak kecil membimbing saya untuk keluar dari rumah ini.” d. Kompleks: Adegan awal: “...seorang anak kecil membimbing saya untuk keluar dari rumah ini.” Adegan akhir: “...dan anak itu sudah pergi entah ke mana, sehingga saya panik mencarinya.” e.Individual: “Saya berpikir untuk menghibur anak ini.” f. Berkembang: Adegan awal: “...seorang anak kecil membimbing saya untuk keluar dari rumah ini.” Adegan akhir: “...dan anak itu sudah pergi entah ke mana, sehingga saya panik mencarinya.” Ciri tokoh: a. Psikologis: “...seorang anak kecil membimbing saya untuk keluar dari rumah ini.” LATAR 1. Latar tempat: di sebuah gedung Tempat resepsi pernikahan, di Kota Malang, di Jakarta, sudut rumah, di kamar, di halaman rumah, kamar pengantin, taman anak-anak 2. Latar waktu: siang, malam, pukul 14.30 WIB, pukul 14.00 WIB, pukul 16.00 WIB 3. Latar suasana: cemas, panik, bahagia 4. Latar alat: kendang, sepatu roda, dokar, tempat duduk pengantin, karpet, dan bunga-bunga hiasan, seprei pengantin, baju brokat putih, kerudung warna ungu, baju tidur berwarna ungu, ayunan TEMA: Percintaan NILAI : Kekeluargaan, karena pernikahan ini didasarkan perjodohan yang dilakukan melalui pencarian jodoh saat pesta ulang tahun. “Konon, bapak Indra seperti dongengnya Cinderella, melihat Indra yang belum juga pacaran, mengadakan pesta ulang tahun anaknya dan mengundang beberapa gadis pilihan untuk menjadi pacar Indra. Luke menjadi calon mantu yang paling favorit bagi keluarga Indra.” FUNGSI: - Eksperensial, karena novel ini memberikan pengalaman berharga kepada pembaca, janganlah terlalu memikirkan karir sementara anak kita dititipkan kepada pengasuh yang belum tentu baik luar dan dalam kepada anak kita. “Papa dan Mama sangat sibuk dengan usahanya sehingga waktu kecil ketika seorang pembantu sering mencubiti diriku, aku tidak berani mengatakan pada orangtuaku. Kalau aku menceritakan penyiksaan itu, Mama pasti tidak mempercayaiku. Di muka orangtuaku, dia bisa bersikap sangat manis. Mamaku merasa bebannya dengan anak-anaknya bisa terkurangi, apalagi pembantuku itu tidak mencubiti adikku. Mama selalu menganggap aku terlampau nakal, lain dari adikku yang masih bayi itu.” - Informatif, karena memberikan informasi mengenai adat istiadat pernikahan di kota Malang. “Sebagian orang menganggap keluarga Hendrawan kurang melengkapi sesajennya, ketika akan menikahkan dengan adat Malangan, sehingga penghuni halus jadi marah-marah. Seharusnya keluarga Hendrawan bikin selamatan untuk menyucikan tempat pernikahan itu terlebih dahulu. Penduduk kota kami percaya untuk memakai adat Malangan yang lengkap harus memakai sesajen, untuk melewati proses demi proses dari mulai widhodharen, temu, sampai selesainya pernikahan tersebut.” - Penyadaran, karena dalam novel ini diceritakan bahwa jangan cepat menilai sesuatu dari cangkangnya tetapi harus dari isinya. “Luke berulang-ulang bilang, “Kalau pernikahan itu tidak jadi, saya tidak bisa disalahkan. Waktu itu saya dan anak kecil tersebut begitu bahagia dan saya begitu panik karena tiba-tiba anak itu tidak berada di sisi saya. Seharusnya, Indra menganalisa masalah ini dahulu, dengan lebih tenang, sebelum memutuskan hubungan kita. Kami masih saling mencintai.” PENGALAMAN: Etis-moral: tindak kekerasan dalam rumah tangga, tindak kekerasan seorang pengasuh kepada anak asuhnya ““Papa dan Mama sangat sibuk dengan usahanya sehingga waktu kecil ketika seorang pembantu sering mencubiti diriku, aku tidak berani mengatakan pada orangtuaku. Kalau aku menceritakan penyiksaan itu, Mama pasti tidak mempercayaiku.” Humanistis: tragis, romantis “Semua orang tidak mempercayai omongannya. Kedua orangtuanya merasa dipermalukan. Sementara itu, pacar Luke menyatakan mereka sekeluarga merasa dipermalukan dan tidak bisa lagi meneruskan hubungan ini.” BANDINGAN Dilihat dari segi cerita yang dibawakan terdapat beberapa adegan yang tidak ditampilkan atau bahkan dihilangkan seperti tokoh Luke dan tokoh Indra yang bermain bersama dengan anak-anak playgroup. Tidak adanya pembicaraan mengenai tokoh Rita, sahabat Luke, dengan mamanya. Tokoh Luke yang bermimpi ketika seorang anak kecil yang memainkan kendang tepat disamping telinganya. Tidak adanya properti dokar buatan. Pembicaraan mengenai Tante Luke. Terdapat dialog yang seharusnya dikatakan oleh tokoh Pakde kepada Polisi tetapi disampaikan oleh tokoh Istri Pak Efendi yang dalam cerpen memang tidak ada tokoh Istri Pak Efendi yaitu dialog “Tidak, mereka pacaran. Tolong kami, karena acara resepsi di gedung tinggal beberapa jam lagi dan kalau si pengantin tidak diketemukan, besok semua koran lokal dan nasional akan memuat berita ini. Indra anak pengusaha sukses di Jakarta. Ini akan memalukan seluruh keluarga besar kami,” kata Pakde Luke, telak. Perginya Luke pada saat resepsi hanya berlangsung satu hari saja. Sementara dalam cerpen dibutuhkan waktu tiga hari untuk Luke kembali lagi ke rumah dan mengetahui kabar bahwa Indra beserta keluarganya menggagalkan pernikahan mereka. Sedangkan dalam drama pada saat malam hari Luke kembali ke rumah dan mendengar langsung dari indra bahwa pernikahannya gagal. Selain itu, Tidak disinggung mengenai adat istiadat pernikahan di Kota Malang. Tidak ada pembicaraan dari masyarakat mengenai gagalnya pernikahan Luke dengan Indra. 1. Dalam drama, tokoh Indra digambarkan sebagai seorang pria yang tampan, romantis, pemalu, perhatian, gayanya cool, berjambul. 2. Dalam drama, tokoh Luke digambarkan sebagai wanita cantik, lemah lembut, memakai kerudung. 3. Dalam drama, tokoh Bapak Indra disebutkan namanya yaitu bapak Efendi dan tokoh tersebut digambarkan sebagai orang tua yang tegas, keras kepala, mudah marah, suka memakai kemeja, jas, dan celana kain, rambutnya sudah mulai memutih, dan lebih tua dibandingkan dengan istrinya. Istri Pak Efendi digambarkan sebagai orang tua yang cukup muda usianya dibandingkan dengan umur Pak Efendi, memakai batik dan samping, rambutnya digelung, rambutnya belum terlalu memutih, pada mulanya baik tetapi karena merasa dipermalukan oleh keluarga Hendrawan maka sifatnya berubah menjadi pemarah. 4. Dalam drama, tokoh Mama digambarkan sebagai orang tua yang sabar, penyayang, suka memakai batik dan berkerudung, pada awalnya baik hati tetapi di akhir berubah menjadi kasar, umurnya terbilang cukup muda dibandingkan dengan suaminya. 5. Dalam drama, tokoh Pembantu tidak dipentaskan di atas panggung hanya disebutkn saja oleh tokoh utama. 6. Dalam drama, tokoh Rita tidak dipentaskan. 7. Dalam drama, tokoh Pak Hendrawan sebagai ayah dari Luke digambarkan sebagai orang tua yang suka memakai batik, rambutnya sudah mulai memutih, membaca koran pagi, tegas, penyayang, penyabar, memiliki harga diri yang tinggi, tidak bisa mengontrol emosi, dan usianya lebih tua dibandingkan dengan istriya. 8. Dalam drama, tokoh Mbok Pah digambarkan sebagai nenek tua yang sudah cukup renta tetapi masih bisa mengabdikan diri kepada keluarga Hendrawan, suka memakai kebaya, samping, rambut digelung, rambutnya sudah mulai memutih, berjalan sedikit bongkok, ramah tamah, baik, polos, penurut. 9. Dalam drama, tokoh Pakde digambarkan sebagai orang tua yang apabila berjalan harus menggunakan bantuan tongkat, selalu menggunakan batik dan celana bahan, rambutnya sudah mulai memutih, mudah terbawa suasana sekitar, baik. 10. Dalam drama, tokoh Polisi digambarkan sebagai seorang pria yang tinggi, gagah, berwibawa, umurnya masih terbilang cukup muda. 11. Dalam drama, tokoh Tante Luke tidak dipentaskan di atas panggung hanya disebutkan saja oleh tokoh utama. 12. Dalam drama, tokoh Anak Kecil digambarkan sebagai anak kecil yang mengenakan gaun putih, mengenakan kaos kaki, rambutnya diikat dua, selalu membawa boneka kecil, misterius, selalu ada dalam setiap adegan tanpa ada tokoh lain yang mengetahuinya. Dalam cerpen saya mendapatkan fungsi informatif mengenai adat istiadat pernikahan di Kota Malang seperti harus memakai sesajen, untuk melewati proses demi proses dari mulai widhodharen, temu, sampai selesainya pernikahan tersebut, tetapi dalam pementasan drama saya tidak mendapatkan fungsi informatif itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar