Jumat, 26 April 2013

Cerpenku

Nama : Devi Kusuma Nur Huda NIM : 1102375 Kelas : Dik 2A Tragedi 18 Tahun Karya: Devi Kusuma Nur Huda Genap sudah usiaku 18 tahun. Hati yang berbunga menyambut hari yang bahagia yaitu hari ulang tahunku. Sinar mentari diam-diam menyelinap lewat celah-celah jendela, kicau burung ikut meramaikan suasana pagi yang indah, dan angin pagi mencoba membukakan tirai untuk membangunkanku dari tidur panjangku. Aku belum menyerah, aku masih ingin melanjutkan mimpi indahku dan membayangkan kejutan apa saja yang akan ku dapatkan ketika hari ulang tahunku tiba, dalam impianku. “ayo tiup lilinnya sayang...terus kamu buat permintaan ya....”, ujar ibuku. “baik bu”, ujarku, dalam hati ku berdoa “aku harap ibu selalu ada di sampingku dan kekasihku tidak akan pernah meninggalkanku,aamiin.” Tiba-tiba Ferdana, kekasihku, menghampiriku dan berkata “ini untukmu sayang....” Sebuah hadiah yang sangat ku nantikan, belum sempat ku membukanya tiba-tiba jam wekerku berbunyi dan menunjukkan pukul 09.00, aku segera bangun dan bergegas untuk mandi karena perkuliahan akan dimulai pukul 10.00. Setelah selesai, aku menuju meja makan untuk sarapan dengan harapan akan ada masakan spesial di hari ulang tahunku, kue dan lilin yang berangka 18 yang disiapkan oleh ibuku. Ketika di meja makan, hatiku begitu kecewa, tak ada masakan spesial, kue, atau lilin berangkakan 18, bahkan susu dan roti pun tak ada. Aku mencoba memanggil dan mencari ibu di setiap ruangan, termasuk kamarnya. Tetapi, ibu tidak ada juga. Lalu, ku putuskan untuk membuat makanan sendiri di dapur. Ku buka setiap lemari di dapur dan kulkas untuk mencari bahan makanan, tak ada yang dapat kutemukan disana, mungkin ibu sedang keluar untuk membeli bahan makanan , untuk mempersiapkan kejutan ulang tahunku ketika aku pulang dari kampus nanti, pikirku dengan penuh harap. Waktu menunjukkan pukul 09.30, aku bergegas pergi ke kampus dengan menggunakan motor matic favoritku. Meskipun perut terasa lapar tetapi rasa lapar itu akan terbalas setelah aku pulang dari kampus nanti, karena akan ada kejutan yang disiapkan oleh ibuku nanti, masih dengan pikiran positifku. Hatiku begitu bahagia dan tak sabar menunggu waktu itu tiba. Jalanan seperti biasa macet, sehingga aku harus mengeluaran jurus-jurus F1 ku di jalanan,hhe sedikit narsis, gini-gini juga aku pernah menang dalam balapan motor jalanan dengan teman-teman segengku. Srettt...ban motor maticku sudah memasuki daerah parkir. “hai...vista...” sapa kawan-kawan terhadapku. “hai juga...” jawabku sambil melepaskan helm, sarung tangan, dan jaket. “buru-buru amat!” ujar kawanku. “iya nih, aku duluan ya soalnya udah telat, dosennya kiler,hhe” jawabku sambil bercanda. Aku berlarian menuju kelas, setegah mati aku berlari menaiki tangga karena kelasku berada di lantai paling atas yaitu lantai 7 dan lift khusus untuk dosen saja, tujuannya sih katanya biar mahasiswanya gak manja, tapi kalo kepepet sih ya ada aja mahasiswa yang suka naik lift,hhe. Setelah sampai di depan kelas, hatiku mulai lega karena dosennya belum datang. Seperti biasa, aku selalu duduk paling depan karena jika duduk di belakang aku selalu mengantuk. Ferdan, menghampiriku perlahan dan...yang aku harapkan pun akhirnya terjadi juga, sebuah kado spesial dari orang yang spesial di hari ulang tahunku. Belum sempat ku membuka kado itu, dosen matematika datang, sehingga aku harus menunda untuk membuka kado itu. Sebelumnya, Ferdan membisikkan sesuatu ke telingaku “selamat ulang tahun sayang, love you”. Hatiku berbunga mendengarnya, hatiku ibarat handphone yang terisi penuh oleh baterai cinta Ferdan. Perkuliahan berlangsung dengan lancar dan selesai lebih cepat. Selesai kuliah, aku dan Ferdan berpisah karena Ferdan ada acara manggung di Gazibu dan Ferdan akan mengajakku jalan setelah manggungnya selesai. Setelah Ferdan pergi, Adi, teman SMA ku dan kami satu jurusan tetapi berbeda kelas, menghampiriku dan mengajakku ke suatu tempat. Mataku ditutup sampai aku dan Adi tiba di sebuah tempat yang tidak asing bagiku yaitu di kebun belakang kampus. Penutup mataku di buka, penglihatanku masih samar tetapi setelah beberapa detik...wow...its fantastic! sungguh tempat yang romantis, tempat yang dikelilingi oleh bunga-bunga yang bermekaran, balon-balon yang tergeletak begitu saja di rumput untuk menghiasi jalan yang akan kami lewati, kupu-kupu beterbangan, dan rumput yang hijau dengan peralatan piknik seadanya. Di atas rumput hijau itu terdapat sebuah kue ulang tahun yang berangkakan 18 dan bertuliskan selamat ulang tahun vista, kue itu dikelilingi oleh rekahan bunga yang membentuk hati, ku lihat sepucuk surat yang segaja ditempel di pohon, aku menghampiri pohon itu dan membaca isi surat itu. Sungguh...itu adalah surat cinta teromantis yang pernah ku dapatkan, Ferdan saja tidak pernah memberiku kejutan seromantis ini, dia hanya memberiku sebuah kado, selintas dipikiranku. Ku lirik wajah Adi yang mendadak memerah karena tersipu malu. Setelah ku lirik Adi, Adi mendekatiku dan aku pun mulai gugup, Adi mengajakku untuk meniup lilin di kue ulang tahunku dan memintaku untuk meminta sebuah pengharapan. Setelah meniup lilin dan berdoa, Adi memberiku sebuah kado dan berkata “selamat ulang tahun vista, semoga apa yang kamu inginkan dapat tercapai, aku sayang kamu”. Deg...deg...deg...hatiku mendadak berdebar begitu kencang setelah mendengar ucapan Adi. Aku langsung pamit kepada Adi dan berterima kasih atas kejutan manis yang telah disiapkan Adi sebelumnya. Aku bergegas menuju tempat parkir untuk mengambil motor maticku dan kembali pulang. Di tempat parkir aku bertemu dengan Ferdan. dia menyapaku “kamu kenapa sayang?ko mukanya merah gitu?” “engga apa-apa ko sayang, ini cuma kepanasan aja. Ko kamu masih di kampus yang?katanya ada manggung di Gazibu?” jawabku. “di cancel yang” ujar Ferdan. Tak lama setelah itu, Adi menyusulku untuk memberikan tasku karena tasku tertinggal. Ferdan merasa kaget mengapa tasku bisa ada padanya, tanpa pikir panjang aku mengambil tasku dan langsung pergi meninggalkan mereka. Aku lupa akan satu hal, tak sebaiknya aku meninggalkan mereka berdua karena mereka adalah musuh bebuyutan untuk mendapatkanku. Pikiranku melayang entah berantah menuju alam bawah sadarku, tanpa sadar aku mengendarai motor maticku dengan pandangan kosong dan brakkk...tak sengaja aku menabrak samping motor orang lain ketika pemberhentian di lampu merah, untung saja orang itu baik, sehingga aku bisa lolos dari jeratan hukum. Hatiku mulai tertuju pada ibu, karena sampai sekarang ibu tidak memberikanku kabar. Dengan secepat kilat aku menaikkan kecepatan motor maticku menjadi 80 km/jam dan menuju rumah. Srettt...motor maticku sampai di depan rumah, rumah masih tampak terlihat sepi tetapi aku tetap optimis bahwa ibu sudah menungguku di rumah. Krekkk...pintu rumah mulai ku buka dan aku berlari ke dalam untuk melihat ibu apakah ibu sudah ada di rumah atau belum. Ku lihat jam di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 tetapi ibu belum juga pulang, aku mencoba menelepon ibu tetapi tidak ada jawaban. Jam terus berdetak seperti mengiringi detak jantungku yang semakin gundah hingga akhirnya menunjukkan pukul 18.00 hatiku semakin resah karena tak biasanya ibu pulang sesore ini. Pukul 18.05 ponselku berdering. Dengan segera ku ambil ponsel itu dan ada pesan dari ibu. Secepatnya ku buka pesan dari ibu yang isinya “nak, jemput ibu di taman dekat rumah ya, ibu kecapean bawa barang-barang dan bahan makanan nih” Ku balas pesan ibu “ya bu, vista segera kesana, tunggu ya bu jangan kemana-mana vista cemas cariin ibu dari tadi” Karena tak ingin membuat ibu menunggu lama, aku segera menyalakan motor, sebelum berangkat, ponselku berdering kembali dan ada pesan dari kawanku mengabarkan bahwa Ferdan dan Adi akan balapan motor pukul 22.00 malam nanti dan yang menang akan mendapatkan aku, membaca pesan itu pikiranku kembali gelisah, tetapi tidak menyurutkan niatku untuk menjemput ibu di taman, ku fokuskan pikiranku untuk menjemput ibu. Srettt...aku tiba di taman dalam waktu 10 menit. Setiba di taman, aku melihat 18 lilin yang dinyalakan di sekitar taman yang membentuk angka 18 dengan masakan spesial, kue, dan lilin berangkakan 18, untuk menuju tempat itu aku harus menyebrang dan melewati jalan setapak yang sudah dihiasi lilin. Setelah ku berjalan tujuh langkah, aku melihat ibu yang berdiri sambil membuka tangannya untuk memberikan pelukan hangatnya untukku, aku mulai berlari tanpa menengok kiri kanan jalan sehingga tanpa sengaja aku tertabrak motor dan terseret sejuh 3 meter. Terbayang wajah ibu yang menyaksikan anaknya menjadi korban tabrak lari di hari ulang tahunnya yang ke 18. Dengan segera ibu membawaku ke rumah sakit. Aku masuk ke ruangan IGD karena aku kehilangan banyak sekali darah. Aku diberikan pertolongan dengan cepat oleh dokter. Pengobatan terus berjalan satu jam lamanya. Mendengar kabar tersebut Ferdan dan Adi langsung bergegas ke rumah sakit untuk menjengukku dan menggagalkan aksi balapan motor mereka. Setelah satu jam lamanya aku tersadar dari pingsanku, ku lihat selang oksigen di hidungku, alat infus, dan kantung darah yang dialirkan padaku, lantas aku meminta dokter untuk memanggil ibu. Ibuku masuk ke ruangan IGD dan berkata “sayang...kamu ga apa-apa kan? ayo sayang jangan lemes gini kamu harus kuat, kan ibu udah siapin pesta kejutan ulang tahun buat kamu, jadi kamu harus cepet sembuh ya”. Tak tega ku lihat ibu menangis dihadapanku, aku pun ikut menitikkan air mata dan berkata “ibu...ibu jangan nangis, vista baik-baik aja ko, udah ibu jangan nangis lagi”. Krekkk...ketika itu juga Ferdan dan Adi memasuki ruangan tempat aku dirawat. Hatiku senang campur sebal karena mereka akan melakukan balapan motor hanya demi mendapatkan aku, tetapi aku coba untuk mengendalikan emosiku karena semakin aku emosi kepalaku semakin pusing. “Ferdan, Adi boleh aku minta satu permintaan pada kalian?” tanyaku. “tentu saja, kamu mau minta apa?” jawab Ferdan dan Adi dengan serentak. “kalau aku ga ada tolong jagain ibu aku ya, jangan pernah biarin ibu aku sendiri”, ujarku denga suara parau. “iya tenang aja yang kami pasti jagain ibu kamu ko, yang penting sekarang kamu sembuh dulu ya”, jawab Ferdan. “satu lagi, kalian harus akur kalau aku ga ada ya”, ujarku lagi. “mulai sekarang kami akan selalu akur, kamu jangan khawatir kamu fokus dulu aja sama kesembuhan kamu”, jawab Adi. “ibu makasih ya udah mau siapin kejutan di ulang tahun vista yang ke 18, makasih ibu, maafin vista kalau vista punya salah” ujarku dengan suara yang sangat parau. Ku lihat wajah ibu yang mulai cemas karena suaraku mulai tak terdengar lagi olehnya. Saat itu ku lihat dua cahaya terang yang mengajakku untuk keluar dari tubuhku. Ku coba untuk mengelak demi ibu namun aku tak sanggup untuk melakukan hal itu, maka seketika itu juga ku tutup mataku untuk selama-lamanya. Jeritan ibu yang memanggilku adalah kata terakhir yang ku dengar saat aku mulai meninggalkan tubuhku dan ku lihat ibu beserta Ferdan dan Adi menangis disamping ragaku. Sementara aku pergi bersama dua cahaya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar